29 April 2009

Pengembaraan Spiritual


Pengembaraan Spiritual
Oleh: Ibnu Rajab Al-Hanbali ra
Keluaran: Pustaka Azzam
Halaman: 133 mukasurat

Salam

Beliau adalah Al Imam Al Hafizh Zainuddin, yang kemudiannya dikenali sebagai Ibn Rajab Al-Hanbali (736 H – 795 H). Kitab besar ini membicarakan tentang hadis Nabi saw: ”Tidak masuk syurga seseorang kamu dengan amalnya. Sahabat bertanya: ”Walaupun kamu Ya Rasulullah saw ? .” Jawab Rasulullah saw: ”Walaupun saya, melainkan dengan limpah rahmat Allah swt kepadaku.” (HR Imam Al-Bukhari ra).

Pada dasarnya, bahawa amalan seseorang itu tidak menyelamatkan dirinya dari siksa api neraka dan tidak dapat pula memasukkannya ke dalam syurga. Semua itu tergantung pada ampunan dan rahmat Allah swt. Dengan demikian, dugaan orang yang mengatakan bahawa syurga adalah merupakan balasan dari amal yang telah dikerjakan, dan bahawa orang yang mengerjakan amal itu berhak masuk syurga sebagai balasan dari Allah, sebagaimana hak seseorang untuk menerima barang ketika barang itu telah dibeli dan dibayar kepada penjualnya, maka hal tersebut adalah dugaan yang lemah.

Allah berfirman: ”Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” (QS At-Takaatsur: 8)

Rasulullah saw bersabda: ”Barangsiapa yang dihisab oleh Allah swt secara benar-benar atau terlalu terperinci sekali, maka sudah pasti akan binasalah ia.” (HR Imam Muslim ra)

Abu Sulaiman pernah menanyakan: ”Bagaimana mungkin seseorang yang berakal merasa heran dengan amalnya ?.” Kerana, amal adalah merupakan nikmat dari nikmat-nikmat Allah swt yang ada. Ia hamba hanya wajib mensyukurinya dan bersikap rendah hati. Orang yang merasa heran dengan amalnya, hanyalah orang-orang yang berasal dari faham Qadariyah yang kedudukannya mendekati faham Muktazilah.

Kitab shahih Al-Hakim dari jabir ra diceritakan dari Jibril as: ”Sesungguhnya ada seorang hamba yang menyembah Allah swt dipuncak bukit yang terletak ditengah lautan selama 500 tahun. Kemudian ia meminta kepada Rabbnya agar diterima sujudnya. Kemudian malaikat Jibril as berkata: Kami selalu melewatinya (hamba tersebut), jika kami turun atau naik ke atas. Aku (malaikat Jibril as) diberitahu oleh Allah swt bahawa pada hari kiamat nanti hamba itu akan didatangkan ke hadapan Allah swt. Kemudian Allah swt berkata: ”masuklah engkau, wahai hambaku ke dalam syurga dengan rahmat-Ku.” Akan tetapi, sang hamba itupun berkata: ”Wahai Allah swt, apakah kerana amalanku ?.” Pertanyaan itu diulang sampai tiga kali. Kemudian Allah swt berkata kepada malaikat: ”Bandingkanlah antara nikmat yang telah Aku berikan kepadanya dengan amalannya yang ia tujukan kepada-Ku.” Maka malaikat menemukan kenikmatan berupa penglihatannya sahaja yang digunakan untuk beribadah selama 500 tahun. Sedangkan sisanya tinggallah nikmat badan. Maka Allah swt berkata: Wahai hamba-Ku, masuklah engkau kedalam neraka. Kemudian ia digiring menuju neraka. Maka hamba itu berteriak-teriak dengan keras: Wahai Allah swt, dengan rahmat-Mu, masukkanlah aku kedalam syurga-Mu. Dengan rahmat-Mu masukkanlah aku kedalam syurga-Mu. Maka Allah swt memasukkannya kembali kedalam syurga. Kemudian jibril as berkata kepada Nabi Muhammad saw: Wahai Muhammad saw, segala sesuatu itu dapat terjadi berkat rahmat Allah swt.

Jika demikian halnya, maka seorang mukmin yang mencari keselamatan dari neraka dan mengharapkan syurga, yang dekat dengan Sang Pencipta serta dapat melihatnya di syurga nanti, maka ia harus menemukan sebab musabab yang dapat mengantarkan dirinya kepada rahmat, ampunan, ridha dan mahabbah (kecintaan) Allah swt.

Orang Mukmin di dunia harus berjalan menuju Rabbnya, sehingga ia sampai kepada-Nya, sebabaimana firman Allah swt: ”Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya.” (QS Al Insyiqaaq: 6)

Dari Abi Hurairah ra berkata, aku mendengar Rasulullah saw bersabda: ”Sesungguhnya orang yang pertama kali diadili di hari kiamat adalah orang yang mati syahid. Dia akan ditunjukkan pada nikmat yang telah diberikan padanya selama di dunia, kemudian ia melihatnya. Kemudian Allah bertanya: kamu gunakan untuk apa nikmat itu, ? Ia menjawab, aku berperang untuk agama-Mu kemudian aku mati syahid. Allah menyangkal, kamu bohong. Melainkan kamu berperang agar kamu dianggap sebagai pemberani. Kemudian ia diperintahkan untuk dihisab amalannya lalu dilemparkan ke dalam neraka.
Kedua, adalah orang yang belajar ilmu lalu diajarkan kepada orang lain dan membaca Al Quran sewaktu di dunia. Orang ini kemudian ditunjukkan pada nikmat yang diberikan kepadanya sewaktu didunia lalu ia melihatnya. Kemudian Allah bertanya: kamu gunakan untuk apa nikmat itu. ? Ia menjawab: aku belajar ilmu lalu aku ajarkan dan saya membaca Al Quran. Allah menyangkal: kamu bohong. Melainkan kamu belajar ilmu supaya dianggap oleh orang lain sebagai orang Alim dan kamu membaca Al Quran supaya dianggap sebagai Qari’. Kemudian orang itu diperintahkan untuk dihisab lalu dilemparkan ke dalam neraka.
Ketiga, adalah orang yang dilapangkan rezekinya oleh Allah dengan harta yang melimpah ruah sewaktu di dunia. Kemudian ia ditunjukkan nikmat yang diberikan kepadanya selama di dunia lalu ia melihatnya. Kemudian Allah bertanya kamu gunakan untuk apa nikmat itu ?. Lalu ia menjawab: aku tidak pernah meninggalkan suatu tempat kecuali di situ aku bersedekah kerana Engkau. Allah menyangkal: kamu bohong. Melainkan kamu berinfaq supaya kamu dikenali sebagai orang yang dermawan. Kemudian ia diperintahkan untuk dihisab, lalu dilemparkan ke dalam neraka.” (HR Imam Muslim ra)

Akhir kata sebuah kitab yang baik.

24 April 2009

Risalah-Risalah Sufi Syeikh al-Darqawi


Risalah-Risalah Sufi Syeikh al-Darqawi
Kitab Asal: Letters Of A Sufi Master
Oleh: Maula al-Arabi ad-Darqawi ra
Keluaran: Pustaka Hidayah
Halaman: 111 mukasurat

Salam

Adalah terjemahan dari risalah-risalah sufi pilihan karya Syeikh al-Arabi ad-Darqawi ra, pengasah cabang utama tarikat Syadziliyyah di Afrika Utara. Setiap risalah mengandungi hikmah kearifan yang berlimpah dan menjadi kunci utama untuk membuka pintu-pintu menuju jalan spiritual. Berdasarkan teknik-teknik penting dalam zikir, ia membahas kaedah memerangi hawa nafsu dan berbagai segi yang berpengaruh di jalan sufi. Selain itu, himpunan risalah ini dapat dipandang sebagai ajaran-ajaran langsung dari tangan pertama dalam literatur tasawuf.

Syeikh Ibn Athaillah ra berkata dalam Al-Hikam: ”Sejak engkau tahu bahawa setan tidak akan pernah melupakanmu, maka tugasmu adalah tidak melupakan Dia yang memegang ubun-ubunnya.”
Syeikh berkata: Jalan terbaik untuk menghancurkan musuh adalah bergelut dengan cinta Sang Sahabat. Disisi lain, jika kalian sibuk berperang melawan musuhmu, maka dia akan mendapatkan apa yang diinginkannya darimu dan pada saat yang sama, kalian kehilangan kesempatan untuk mencintai Sang Sahabat."

Jika kalian mengingini apa yang kalian inginkan tanpa mencarinya, maka tinggalkanlahnya dan tumpukan perhatian pada Tuhanmu. Dengan begitu kalian mendapatkannya. Insya Allah jika kalian menyerahkan seluruh keperluanmu dan hanya menyibukkan diri dengan Allah, maka Dia akan memberimu segala kebaikan yang kalian inginkan.

Dengarlah, wahai faqir, apa yang kusampaikan kepada saudaraku: ”Setiap kali aku kehilangan sesuatu, besar ataupun kecil, aku berpaling darinya dan menatap Tuhanku dan aku mendapatkannya dihadapanku.

Kita mengetahui bahawa berbagai keperluan orang biasa dapat dipenuhi dengan mencari sendiri, sementara keperluan orang-orang terpilih akan dipenuhi oleh Allah swt.

Ketika orang lain sibuk beribadah, sibukkanlan dirimu dengan-Nya yang disembah.
Ketika mereka sibuk dengan cinta, sibukkanlah dirimu dengan Sang Kekasih.
Ketika mereka berusaha menunjukkan berbagai keajaiban, carilah ketenangan dalam doa.
Ketika mereka melipat gandakan ibadah, datangilah Allah Yang Maha Pengasih.

Akhir kata sebuah kitab yang sgt3 baik.

22 April 2009

Uqala’ al-Majanin


Pikiran-Pikiran Setengah Gila
Kitab Asal: Uqala’ al-Majanin
Oleh: Abu Qasim al-Hasan an-Naisabury ra
Keluaran: Risalah Gusti
Halaman: 232 mukasurat

Salam

Hikmah dan nilai-nilai luhur yang dalam, dapat muncul dari mana sahaja, termasuk dari orang-orang yang dipandang gila oleh masyarakat umum. Padahal ”jalan kegilaan”: yang mereka tempuh mereka sadari sepenuhnya, walaupun harus menerima risiko tersingkir dari masyarakat. ”Kegilaannya” lebih sebagai sanggahan atas ketidak sucian duniawi, sekaligus untuk menunjukkan kesendirian peribadinya hanya semata untuk Allah swt. Bahawa kecintaan dan kerinduan yang hakiki, hanya semata kepada-Nya.

Daripada cerita Hasan al-Bashri ra, Qatadah ra berkata, Rasulullah saw bersabda, ”Berkat syafaat seorang umatku, akan masuk syurga orang-orang yang jumlahnya lebih ramai dari bani Rabi’ah dan bani Mudhar. Tidakkah kalian ingin aku sebutkan nama orang itu kepada kalian?.”
Mereka menjawab, ”Benar, wahai Rasulullah saw!.”
Beliau menjawab, ”Ia adalah Uwais al-Qarani !” Selanjutnya bersabda, ”Wahai Umar, bila engkau menemuinya, sampaikanlah salamku kepadanya dan katakan kepadanya, sampai ia mendoakanmu. Ketahuilah, ia mempunyai cahaya, kemudian ia berdoa kepada Allah, lalu cahaya itu dihilangkan. Lalu ia berdoa kepada Allah, cahaya itu dikembalikan sebagaian kepadanya.”

Haram bin Hayyan berkata, ”Aku mengunjungi kota Kufah tanpa maksud apa pun selain mencari Uwais al-Qarani ra. Aku pun mencari dan bertanya-tanya, sampai menemuinya ia sedang duduk di tepian sungai Eufrat membasuh tangan dan kakinya. Ia mengenakan pakaian dari wol dan sarung dari bahan yang sama, dengan wajah sendu, tatapan kosong, kulitnya sawa matang, dan janggut yang tebal.

Aku mengucapkan salam dan ia pun menjawabnya seraya berkata, ”Semoga Allah swt merahmatimu, lebih dari yang lain !”. Aku segera menghulurkan tangan untuk berjabat dengannya, tapi ia menolak bersalaman denganku. Aku berkata, ”Semoga Allah swt juga merahmatimu !. Bagaimana keadaanmu, wahai Uwais ? Semoga Allah mengasihimu!”.

Kesedihan memicu dan menyelubungiku, kerana kasih sayangku kepadanya saat aku melihat keadaannya, hingga membuatku menangis dan ia pun menangis. Ia lalu berkata, ”Semoga Allah mengasihimu, wahai Haram bin Hayyan !. Bagaimana keadaanmu, wahai saudaraku ? Siapa yang menunjukkanmu kepadaku ?” . Aku menjawab, ”Allah swt !” Ia pun menyahut, ”Tidak ada Tuhan selain Allah. Maha Suci Tuhan Kami. Sesungguhnya janji Tuhan kami pasti terlaksana.”

Aku pun menjadi kagum dan heran saat ia menyebut namaku dan mengenaliku, padahal - Demi Allah – aku belum pernah melihatnya dan ia pun belum pernah melihatku sama sekali. Aku bertanya, ”Dari mana engkau mengenalku, tahu namaku dan nama ayahku ?. Padahal – Demi Allah – aku belum pernah melihatmu sebelum hari ini ?.” Ia menjawab, ”Tuhan Maha Tahu dan Maha Bijaksana menceritakan kepadaku. Jiwaku mengenal jiwamu, saat diriku berbicara kepadamu. Sesungguhnya arwah mempunyai jiwa sebagaimana jiwa orang-orang hidup. Sesungguhnya orang Mukmin akan mengenal satu sama lain dan saling mengasihi dengan ruh Allah swt, meskipun mereka belum pernah saling bertemu, mengenal atau berbicara dan sekalipun mereka mempunyai rumah dan tempat tinggal yang terpisah.” Aku meminta kepadanya, ”Tolong ceritakan kepadaku sebuah hadis dari Rasulullah saw yang akan ku pelihara darimu !.” Ia menjawab, ”Sesungguhnya aku bertemu Rasulullah saw sementara aku tidak pernah bersama dengan beliau, akan tetapi aku bersahabat dengan beberapa orang yang melihatnya, dan sampai pula kepadaku seperti sebahagian hal yang sampai kepada kalian semua. Aku tidak ingin membuka pintu (rahsia) ini !”.

Uwais segera memberi alasan. Aku berkata, ”Bacakan untukku ayat-ayat dari Kitabullah dan berikan sebuah pesan yang akan ku ingat selalu !.” Ia pun berdiri dan memegang tanganku lalu berkata, ”(Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang direjam. Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang).” Tiba-tiba ia berteriak histeria lalu menangis. Ia melanjutkan. ”Tuhanku berfirman, dan sebenar-benar ucapan adalah firman Tuhanku, sebenar-benar ucapan adalah ucapan Tuhanku, dan sebaik-baik Kalam adalah Kalam-Nya: ”Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan bermain-main.” (Ad Dukhaan: 38). Ia membacanya sampai pada ayat yang berbunyi, ”Sesungguhnya Dia Maha Tahu lagi Maha Pengasih.” Ia berteriak sekali lagi lalu diam. Aku pun melihatnya, sementara aku mengira ia telah pengsan. Kemudian ia berkata, ”Wahai Harun bin Hayyan ! Ayahmu meninggal dan ia menyampaikan khabar gembira kepadamu bila engkau meninggal, mungkin ke syurga dan mungkin pula ke neraka. Wafatlah kedua nenek moyangmu Adam as dan Hawa as, wafatlah Nuh as, wafatlah Ibrahim kekasih Allah. Wahai Ibnu Hayyan, wafatlah Musa Kalam Allah. Wahai Ibnu Hayyan, wafatlah Daud as. Wahai Ibnu Hayyan, wafatlah Muhammad Rasulullah saw. Wahai Ibnu Hayyan, wafatlah Abu Bakar ra, khalifah kaum Muslimin. Dan wafatlah saudara, teman dan tamuku Umar Ibnu Khaththab ra.” Kemudian ia berseru, ”Wahai Umar ku. Semoga Allah mengasihi Umar !.” Sementara saat itu Umar ra masih hidup.

Haram berkata, ”Lalu ku katakan bahawa Umar ra belum wafat. Ia menjawab. ”Umar ra telah dipanggil mengadap kepada Tuhanmu !. Bila Engkau dapat memahami, telah tahu apa yang ku katakan. Sementara diriku dan dirimu berada di desa ini.” Uwais ra lalu membaca shalawat kepada Rasulullah saw dan beberapa doa secara perlahan, kemudian berkata, Inilah pesanku: Wahai Ibnul Hayyan, berpeganglah kepada Kitabullah dan ulama-ulama saleh. Aku meratapimu, dengan diriku dan dirimu. Maka tetaplah ingat kepada Allah swt dan kematian. Janganlah hatimu melupakannya walaupun sekejap mata pun. Berikanlah nasihat kepada pemeluk agamamu, semuanya. Waspadalah, jangan sampai engkau tinggalkan agama, sementara dirimu tidak menyadarinya dan kemudian masuk neraka !”

Kemudian ia melanjutkan, ”Wahai Tuhanku, orang ini beranggapan bahawa ia mencintaiku demi Engkau dan mengunjungiku demi Diri-Mu. Ya Allah, kenalkanlah wajahnya kepadaku di syurga. Jagalah ia di dunia, sebagaimana mestinya. Redhalah ia dengan harta secara mudah !. Apa pun yang Engkau berikan kepadanya dari dunia, mudahkanlah baginya dan jadikanlah ia dari kenikmatan yang Engkau berikan kepadanya sebagai orang-orang yang bersyukur. Balaslah ia atas amalnya keranaku dengan sebaik-baik balasan. Wahai Haram bin Hayyan, aku titipkan engkau kepada Allah swt. Salam dan rahmat-Nya bagimu. Aku tidak akan melihatmu setelah hari ini, kerana aku tidak suka kemasyhuran dan lebih suka menyendiri. Janganlah engkau mencariku !. Ketahuilah, engkau selalu di hatiku, meski aku tidak melihatmu atau engkau tidak melihatku. Ingatlah aku dan doakanlah, kerana aku akan selalu mengingati dan mendoakanmu, bila Allah swt menghendakinya.”

Akhir kata sebuah kitab yang jenial.

13 April 2009

Terapi Spiritual


Peringatan Bagi Mereka Yang Terpedaya
Kitab Asal: Tanbih Al-Mughtarrin
Oleh: Syaikh Abdul Wahhab Asy-Syarani ra
Keluaran: Pustaka Hidayah
Halaman: 248 mukasurat

Salam

Setiap orang pasti pernah melakukan dosa. Kerana itu, sudah semestinya kita sering memohon ampun kepada Allah. setelah kita menangis bersimpuh dihadapan-Nya dan mengakui segenap dosa kita, biasanya kita beranggapan bahawa kita telah terbebas darinya dan merasa tenang dan aman dari siksa Allah. Benarkah demikian? Adakah jaminan bahawa tangisan kita telah menyentuh kasih-Nya sehingga Dia pasti mengampuni segenap dosa kita?.

Orang2 salih yang taat beribadah saja masih tidak merasa aman dari siksa Allah, apa lagi para pendosa seperti kita? Janganlah kita merasa tenang dengan amal2 salih yang tak jarang kita lakukan dengan cara yang sangat buruk, tidak memperhatikan adab2 dihadapan Allah dan belum tentu diterima oleh-Nya, sehingga kita melupakan keburukan2 kita sendiri? Janganlah kita terpedaya oleh anggapan bahawa kita sudah merasa aman dari siksa Allah berkat amal2 salih kita.

Fudhail ibn Iyadh ra berkata, ”Saat sebelum subuh, rambut para sahabat Nabi saw, biasanya nampak penuh berdebu, kerana mereka menjalani malamnya dengan sujud dan berdiri (Shalat sepanjang malam). Jika mengingat Allah swt, tubuh mereka bergoyang bagai pohon dihari berangin kencang. Air mata mereka mengalir hingga membasahi baju, bahkan nampak seperti sisa air wudhu. Namun, saat waktu subuh hampir tiba,mereka segera meminyaki wajah dan mencelak mata mereka, sehingga nampak seperti penidur lalai yang baru bangun dari tidurnya sepanjang malam.”

Imam Abu Bakr Ash Shiddiq ra. Berkata, ”Barangsiapa mampu menangis, menangislah!. Dan yang tidak mampu, berusahalah menangis!”.

Setiap malam, seorang putri tetangga Manshur ibn Al-Mutamar ra selalu melihat Manshur berdiri di atap rumahnya. Hanya saja, si puteri tetangga ini mengira Manshur sebagai tiang, kerana Manshur selalu lama berdiri tegak disana. Saat Manshur wafat, si puteri tetangga bertanya kepada keluarga Manshur, ”Kemana tiang yang setiap malam ku lihat berdiri tegak di atap rumah kalian?”. Mereka menjawab, ”ia telah menghadap Tuhannya Yang MahaTinggi nan MahaAgung.” Si putri tetangga bertanya heran,. ”Bagaimana boleh berlaku seperti itu?.” Mereka menjawab, ”Sebenarnya, di atap rumah kami tidak ada tiang. Yang setiap malam engkau lihat berdiri tegak di sana adalah Manshur.” Setiap kali menceritakan kisah ini, Imam Ahmad ibn Hanbal ra selalu menangis hingga janggutnya basah.

Amir Al Mukminin Umar ibn Al khaththob ra berkata, ”
Ciri engkau benar2 bertobat adalah mengakui dosa2mu.
Ciri bahawa engkau benar2 ikhlas dalam beramal adalah membuang ujubmu jauh2.
Ciri bahawa engkau benar2 bersyukur adalah mengakui kekuranganmu dalam beribadah.”

Seseorang bertanya kepada Siti Aisyah ra, ”Wahai Umm Al-Mu’minin, bila seseorang mengetahui bahawa dirinya termasuk orang yang baik?”.
Ia menjawab, ”Saat ia tahu bahawa dirinya termasuk orang yang buruk.”
Orang itu bertanya lagi, ”Bila seseorang mengetahui bahawa dirinya termasuk orang yang buruk?”
Ia menjawab, ”Saat ia menganggap dirinya sebagai orang baik.”
Hasan Al-Bashri ra berkata, "kepada orang2 yang bersungguh dalam ibadah, ”Demi Allah! Jika dibandingkan dengan para salaf, kesungguhan kalian dalam beribadah bagaikan main2."

Akhir kata sebuah kitab yang sukar untuk dilepaskan.

10 April 2009

Tanyalah Aku Sebelum Kau Kehilangan Aku


Tanyalah Aku Sebelum Kau Kehilangan Aku
(Himpunan Kata2 Mutiara Sayyidina Ali bin Abi Thalib k.w)
Di Himpunkan Oleh: Syaikh Fadhullah Al-Hairi.
Teks Arab turut disertakan.
Keluaran: Pustaka Hidayah
Halaman: 169 mukasurat

Salam

Amirul Mukminin Ali kw adalah orang yang paling dekat dengan Rasulullah saw, sebagaimana dikatakan oleh Rasulullah saw:
” Kedudukan Ali kw disisiku seperti diriku, ketaatan kepadanya sama dengan ketaatan kepadaku, dan kemaksiatan kepadanya sama dengan kemaksiat kepadaku”
Sayyidina Ali kw. Berkata:
”Wahai manusia, bertanyalah kepadaku sebelum kalian kehilangan aku. Sesungguhnya aku ini lebih mengerti jalan-jalan langit daripada jalan-jalan bumi. Bahkan, aku mengetahui sebelum bencana itu terjadi dan menghempaskan impian-impian umat ini”.
Ilmu adalah sebaik-baik perbendaharaan dan yang paling indah. Ia ringan dibawa, namun besar manfaatnya. Ditengah-tengah orang banyak ianya indah, sedangkan dalam kesendirian ianya menghiburkan.

Umur itu terlalu pendek untuk mempelajari segala hal yang baik untuk dipelajari. Akan tetapi, pelajarilah ilmu yang paling penting, kemudian yang penting, dan begitulah seterusnya secara berurutan.

Janganlah kalian memaksakan anak-anakmu sesuai dengan pendidikanmu, kerana sesungguhnya mereka diciptakan untuk zaman yang bukan zaman kalian.
Pokok agama adalah makrifat (kenal) tentang Allah swt.
Kesempurnaan makrifat tentang-Nya adalah tashdiq (membenarkan) terhadap-Nya.
Kesempurnaan tashdiq terhadap-Nya adalah dengan tauhid kepada-Nya.
Kesempurnaan tauhid kepada-Nya adalah dengan Ikhlas kepada-Nya.
Barangsiapa yang melekatkan suatu sifat kepada-Nya, bererti dia telah menyertakan sesuatu kepada-Nya.
Dan barangsiapa yang menyertakan sesuatu dengan-Nya, maka dia telah menduakan-Nya.
Barangsiapa yang menduakan-Nya, maka dia telah memilah-milahkan (Zat)-Nya.
Barangsiapa yang memilah-milahkan-Nya, maka sesungguhnya dia tidak mengenal-Nya.
Barangsiapa yang tidak mengenal-Nya, maka dia akan melakukan penunjukan kepada-Nya.
Barangsiapa melakukan penunjukan kepada-Nya, maka dia telah membuat batasan tentang-Nya.
Dan barangsiapa yang membuat batasan tentang-Nya, Sesungguhnya dia telah menganggap-Nya berbilang.

Barangsiapa yang ingin melihat kedudukannya di sisi Allah, maka hendaklah dia melihat kedudukan Allah pada dirinya.

Sesungguhnya wali-wali Allah swt adalah mereka yang memandang batin dunia ketika orang-orang memandang lahirnya. Mereka sibuk dengan urusan akhirat ketika orang-orang disibukkan dengan urusan dunia. Mereka telah mematikan dari dunia ini kerana mereka khawatir ia akan mematikan mereka. Dan mereka meninggalkan dunia kerena mereka tahu bahawa ia akan meninggalkan mereka.

Wahai Tuhanku, sebagaimana Engkau telah menjaga wajahku dari sujud kepada selain-Mu, maka jagalah wajahku dari meminta kepada selain-Mu.

Akhir kata sebuah kitab dengan mutiara kata yang indah.

08 April 2009

Ad-Durrah an-Nafisah


Ad-Durrah an-Nafisah fi Bayan al-Wahdah fi al-Af'al wa al-Asma' wa ash-Shifat wa az-Zat al-Muqaddasah
Oleh: Syeikh Muhammad Nafis bin Idris bin Husein al-Banjari
Keluaran: Khazanah Fathaniyah
Halaman: 290 mukasurat

Salam

Artikel Ustaz Wan Mohd Shaghir Abdullah.

SEBUAH kitab tasawuf peringkat tinggi yang cukup terkenal di dunia Melayu yang banyak kali dicetak ialah (Ad-Durr an-Nafis) karya Syeikh Muhammad Nafis bin Idris bin Husein al-Banjari. Kitab tersebut ditulis dalam tahun 1200 H / 1785 M dan dicetak pertama kalinya seratus tahun kemudian, iaitu tahun 1300 H / 1882 M. Cetakan pertama ditashhih oleh Syeikh Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathani. Yang saya perkenalkan dalam artikel ini bukan “Ad-Durr an-Nafis” tetapi adalah (Ad-Durrah an-Nafisah fi Bayan al-Wahdah fi al-Af'al wa al-Asma' wa ash-Shifat wa az-Zat al-Muqaddasah) yang ditulis lebih kurang tiga puluh sembilan tahun sesudah “Ad-Durr an-Nafis”. Tarikh tepat penulisan mulai waktu Dhuha, hari Jum’at, 15 Rabi’ul Akhir 1239 H / 19 Disember 1823 M, dan selesai pada tengah malam Isnin, 9 Muharram 1240 M / 3 September 1824 M. Kitab ini belum pernah diterbitkan berupa bahan cetakan. Manuskrip yang ada hanya sebuah saja, ada dalam simpanan saya (penulis artikel ini). Sungguh pun tidak terdapat nama pengarang namun dapat diduga adalah karangan Syeikh Muhammad Nafis al-Banjari, merupakan syarah kitab beliau yang berjudul “Ad-Durr an-Nafis”. Jadi manuskrip yang sekarang menjadi koleksi peribadi saya adalah asli tulisan tangan Syeikh Muhammad Nafis al-Banjari.
Sebelum memasuki kandungan “Ad-Durrah an-Nafisah”, sebagai mukadimah Syeikh Muhammad Nafis bin Idris bin Husein al-Banjari memperkenalkan dua buah karya ringkas tentang tasawuf. Yang sebuah 18 halaman dan satu lagi 14 halaman. Kedua-duanya tanpa judul. Yang sebuah tanpa tahun dan sebuah lagi selesai penulisan pada malam, 30 Jumadil Awwal 1235 H / 16 Januari 1820 M. Pada mukadimah risalah yang pertama Syeikh Muhammad Nafis bin Idris bin Husein al-Banjari menyebut tentang ‘diri’ ada empat jenis. Kata beliau, “Pertama: Diri yang berdiri, iaitu diri jasad, atau tubuh badan. Kedua: Diri yang terperi. Ketiga: Diri yang nyata pada ilmu Allah. Keempat: Diri yang sebenar-benar diri.” Keempat-empat ”diri” dihuraikan dengan agak panjang menurut kaedah yang terdapat dalam ilmu tasawuf.
Kedua-dua risalah yang dianggap sebagai mukadimah “Ad-Durrah an-Nafisah” saya tinggalkan saja, langsung saja kepada manuskrip yang sedang diperkenalkan. Syeikh Muhammad Nafis bin Idris bin Husein al-Banjari memulai bicara dengan katanya, “Aku memulai akan risalah ini pada hijrah Nabi S.A.W seribu dua ratus tiga puluh sembilan tahun, pada tahun Alif, pada lima belas hari bulan Rabi’ul Akhir, yaum al-Jum’ah, waktu Dhuha, jam pukul dulapan (maksudnya: Jum’at, jam 8.00, pada 15 Rabi’ul Akhir 1239 H pen:)”. Sebab-sebab beliau menulis kitab yang tersebut juga dinyatakan dalam mukaddimah pada halaman yang berikutnya. Kata beliau, “Kemudian daripada itu, maka tatkala adalah tahun seribu dua ratus tiga puluh lima tahun, daripada tahun hijrah, pada hari yang ketiga puluh cukup, daripada bulan Jamadil Awwal, (maksudnya: pada 30 Jamadil Awwal 1235 H, pen:).” Selanjutnya beliau jelaskan, “Sanya memintalah kepadaku setengah daripada saudaraku yang telah dibukakan [oleh] Allah hatiku dan hatinya dengan cahaya terang musyahadah, yakni cahaya terang memandang dan mengenal.” Beliau jelaskan selanjutnya, "Bahawa itu aku perbuatkan baginya akan suatu risalah yang simpan (maksudnya: yang ringkas, pen:) perkataannya dengan bahasa Jawi-Melayu yang lemah lembut...” Barangkali oleh kerana kandungan keseluruhan “Ad-Durrah an-Nafisah” adalah tasawuf peringkat tinggi, maka diperlukan bahasa yang beradab. Itulah yang dimaksudkannya dengan “bahasa Jawi-Melayu yang lemah lembut” bukan bahasa Melayu yang kasar, yang tiada beradab atau tiada berakhlak atau boleh juga dikatakan tiada berbudi bahasa.
Sebelum memasuki bahasan tasawuf, Syeikh Muhammad Nafis al-Banjari terlebih dulu membicarakan mazhab-mazhab dalam ‘aqidah. Mengenai ini ada yang telah beliau bicarakan dalam “Ad-Durr an-Nafis” tetapi selepas dibanding ternyata dalam manuskrip “Ad-Durrah an-Nafisah” penambahan dan bahasan jauh lebih banyak, perbicaraan jauh lebih luas dan mendalam. Mengenai dua mazhab iaitu Mazhab Qadariyah dan Mazhab Jabariyah tidak banyak tambahan, tetapi mengenai Mazhab Ahlis Sunnah wal Jama’ah dalam “Ad-Durrah an-Nafisah” terdapat tambahan yang sangat banyak. Dalil mengenai Mazhab Ahlis Sunnah wal Jama’ah beliau jelaskan ketika turun ayat al-Quran tentang “kaum yang kasih kepada Allah” salah seorang sahabat telah bertanya kepada Rasulullah S.A.W. Nabi S.A.W menjawab dan menunjuk sahabat baginda Abu Musa al-Asy'ari R.A. Manakala muncul keturunan beliau, iaitulah Imam Abu Hasan al-Asy'ari R.A, maka sepakatlah ulama bahawa Imam Abu Hasan al-Asy'ari R.A adalah “imam” Mazhab Ahlis Sunnah wal Jama’ah. Syeikh Muhammad Nafis al-Banjari menyebut pula, “Mazhab yang berpegang kepada I’tiqad Imam al-Asy'ari ini, iaitu Imam Malik ibnu Anas dan Imam Muhammad anak Idris Syafi’ie. Maka Mazhab Imam Abu Hanifah ibnu Tsabit dan Imam Ahmad ibnu Hanbal itu adalah Mazhab Ahlis Sunnah wal Jama’ah yang pada I’tiqad itu, iaitu Imam Abu Manshur Maturidi.” Sesudah membicarakan tiga mazhab di atas Syeikh Muhammad Nafis al-Banjari membahas pula Mazhab Ahlis Sunnah wal Jama’ah golongan Ahl al-Kasyaf dan Musyahadah.
Walaupun karya Syeikh Muhammad Nafis al-Banjari judul “Ad-Durr an-Nafis” yang pernah dicetak terjadi kontroversi dengan beberapa tokoh ahli zhahir, namun bagi saya “Ad-Durrah an-Nafisah” yang merupakan syarah “Ad-Durr an-Nafis” mesti diperkenalkan. Bahawa kedua-dua kandungan kitab yang tersebut adalah tidak salah menurut ulama-ulama ahli shufi.

- Artikel ini pernah dimuat dalam Berita Harian, hari Selasa 27 Disember. 2005, hlm 10, dengan judul Ad-Durrah an-Nafisah, Bahasan Tasawuf, Guna Bahasa Beradab.
Akhir kata suka sgt dgn kitab nie.. MySpace

06 April 2009

Hari Kebangkitan Manusia


Merenungi Hari Kebangkitan Manusia Dari Kubur
Oleh: Syaikh Harits Al-Muhasibi ra.
Keluaran: Mitra Pustaka
Halaman: 111 mukasurat

Salam

Dia adalah Al-Harits ibn Asa Al-Muhasibi (165H – 243H), Quthb ahli makrifat pada masanya dan guru spiritual para pencari Allah pada Zamannya. Dia adalah guru kepada Iman Al Junaid ra.

Manusia, seperti apapun gagahnya, pada akhirnya akan mengalami kematian. Dan kematian sebagaimana yang kita imani, bukanlah akhir dari segalanya. Ia malah merupakan awal bagi kehidupan yang abadi. Kitabnya, ”Hari kebangkitan” ini adalah sebuah buku yang luar biasa. Ia memulai dengan menggambarkan hari kebangkitan dengan adanya panggilan dari seseorang yang mengadap Allah swt: langit terbelah, panasnya matahari dan banjir cucuran keringat menyatu, masing2 orang sibuk dengan dirinya sendiri. Manusia lari dari keluarganya, padahal di dunia, mereka adalah semangat dan kesejukan bola matanya.

Para makhluk meminta syafaat dari Nabi kita Muhammad saw, dan mereka menunggu dengan hati yang getir, dengan seluruh anggota badan gementar di hadapan Tuhan Yang Maha Agung.

Maka naiklah Nabi Muhammad saw ke atas mimbanya dan memanggil: ”Ke marilah semua, wahai orang2 yang beriman kepadaku tapi tidak menuhankanku.” dan tiba2 ada seseorang yang menyeru: ”Hai Adam as, mengadaplah kepada Tuhanmu.” Adam as berkata: ”Hai Muhammad saw, Tuhanku telah memanggilku untuk menanyakan perbuatanku.” Nabi Adam as, dalam keadaan takut, pergi kepada Tuhannya. Maka Tuhan berfirman: ”Hai Adam, kirimkan manusia keturunanmu untuk dimasukkan ke neraka!”, Adam as berkata” ”Tuhanku dan Junjunganku, aku akan mengirim mereka ke syurga, aku tidak akan mengirim mereka ke neraka.” Maka Allah berfirman: ”Kirimkan satu orang dari setiap seribu orang ke syurga, dan sembilan ratus sembilan puluh sembilannya ke neraka.” Adam as pun menangis, lalu Allah swt berfirman: ”Seandainya Aku tidak melaknat para pendusta dan melarang dusta, nescaya Aku mengasihi anak2mu semuanya. Akan tetapi, Aku telah menjadikan syurga untuk orang yang taat kepadaKu dan neraka bagi orang yang maksiat kepadaKu, dan Aku tidak akan mengingkari janji. Wahai Adam as, teruslah ke timbangan (Mizan) dan tetaplah di situ: maka siapa yang kebaikkannya mengungguli keburukan2nya seberat satu biji sawi, raihlah tangannya, dan masukkanlah ia ke syurga tanpa dimusyawarahkan. Aku telah jadikan dosa2 satu hitungan, sementara kebaikan dihitung sepuluh kali, agar kau tahu bahawa Aku tidak akan memasukkan ke neraka kecuali dia yang lari dan sangat nakal, maksiat terhadap perintahKu dan melampaui batas.”

Lalu Adam as berkata: ”Tuhan dan junjunganku, Engkau lebih berhak memberi kebaikan2 daripada aku, dan Engkau Maha Mengetahui hal-hal yang ghaib.”
Akhir kata sebuah kitab yang cukup baik..

03 April 2009

Rahasia Maha Agung


Rahasia Maha Agung
Oleh: Dr. Mustafa Mahmoud
Keluaran: Mutiara Ilmu Surabaya
Halaman: 224 mukasurat

Salam

Terjemahan buku kali ini adalah sambungan dan pelengkap buku ”Melihat Allah. Kerana isinya sejalan dan jalur yang dilaluinya adalah sama. Buku ini merupakan simpanan yang berharga, ianya merupakan ilmu yang memerlukan penglihatan matahati untuk dapat mengerti dan memahami, baik dari segi yang dapat kita hadapi mahupun dari segi belakang kita, dan ketahuilah baik-baik, bahawa makrifat yang benar-benar memerlukan ”merasakan perasaan yang dirasakan”.
Saya tidak dapat memahami sesuatu apapun isinya ?.
Andaikan anda menyenangi sebagaimana yang kami senangi,
nescaya anda dapat memahami sebagaimana yang kami fahami.
Jangan kamu katakan bahawa ilmu itu berada di langit, siapa yang akan menurunkannya, atau di perut bumi, siapa yang akan menaikkannya, atau di seberang laut, siapa yag akan menyeberangkannya. Ilmu itu tercipta dalam hatimu, berlakulah di hadiratKu dengan sopan santun ahli ruhani dan budi ahli kebenaran, nescaya Ku lahirkan ilmu itu dalam hatimu, sehingga ia meliputi dan memenuhi dirimu.

Pusaka yang ditinggalkan oleh para sufi itu adalah tebing curam ditengah samudra yang di dalamnya penuh kulit kerang berisi mutiara, tetapi terdapat pula ikan-ikan ganas yang bersimpang siur dan sotong gurita yang menyeramkan. Ditengah lautan itu ada pulau2 dari marjan yang kalau tidak teliti dapat membuat orang sesat jalan, dan banyak nelayan yang tidak dapat kembali kerana tidak tahu jalan.

Terbahagi kepada 7 bab kesemuanya:
1.Pendahuluan
2.Dia
3.Aku
4.Penyaksian ketauhidan dan ungkapan hijab
5.Cinta ilahi
6.Tujuan kembali
7.Tirai tasauf
Akhir kata sebuah kitab yang sgt3 baik.. MySpace