22 April 2009

Uqala’ al-Majanin


Pikiran-Pikiran Setengah Gila
Kitab Asal: Uqala’ al-Majanin
Oleh: Abu Qasim al-Hasan an-Naisabury ra
Keluaran: Risalah Gusti
Halaman: 232 mukasurat

Salam

Hikmah dan nilai-nilai luhur yang dalam, dapat muncul dari mana sahaja, termasuk dari orang-orang yang dipandang gila oleh masyarakat umum. Padahal ”jalan kegilaan”: yang mereka tempuh mereka sadari sepenuhnya, walaupun harus menerima risiko tersingkir dari masyarakat. ”Kegilaannya” lebih sebagai sanggahan atas ketidak sucian duniawi, sekaligus untuk menunjukkan kesendirian peribadinya hanya semata untuk Allah swt. Bahawa kecintaan dan kerinduan yang hakiki, hanya semata kepada-Nya.

Daripada cerita Hasan al-Bashri ra, Qatadah ra berkata, Rasulullah saw bersabda, ”Berkat syafaat seorang umatku, akan masuk syurga orang-orang yang jumlahnya lebih ramai dari bani Rabi’ah dan bani Mudhar. Tidakkah kalian ingin aku sebutkan nama orang itu kepada kalian?.”
Mereka menjawab, ”Benar, wahai Rasulullah saw!.”
Beliau menjawab, ”Ia adalah Uwais al-Qarani !” Selanjutnya bersabda, ”Wahai Umar, bila engkau menemuinya, sampaikanlah salamku kepadanya dan katakan kepadanya, sampai ia mendoakanmu. Ketahuilah, ia mempunyai cahaya, kemudian ia berdoa kepada Allah, lalu cahaya itu dihilangkan. Lalu ia berdoa kepada Allah, cahaya itu dikembalikan sebagaian kepadanya.”

Haram bin Hayyan berkata, ”Aku mengunjungi kota Kufah tanpa maksud apa pun selain mencari Uwais al-Qarani ra. Aku pun mencari dan bertanya-tanya, sampai menemuinya ia sedang duduk di tepian sungai Eufrat membasuh tangan dan kakinya. Ia mengenakan pakaian dari wol dan sarung dari bahan yang sama, dengan wajah sendu, tatapan kosong, kulitnya sawa matang, dan janggut yang tebal.

Aku mengucapkan salam dan ia pun menjawabnya seraya berkata, ”Semoga Allah swt merahmatimu, lebih dari yang lain !”. Aku segera menghulurkan tangan untuk berjabat dengannya, tapi ia menolak bersalaman denganku. Aku berkata, ”Semoga Allah swt juga merahmatimu !. Bagaimana keadaanmu, wahai Uwais ? Semoga Allah mengasihimu!”.

Kesedihan memicu dan menyelubungiku, kerana kasih sayangku kepadanya saat aku melihat keadaannya, hingga membuatku menangis dan ia pun menangis. Ia lalu berkata, ”Semoga Allah mengasihimu, wahai Haram bin Hayyan !. Bagaimana keadaanmu, wahai saudaraku ? Siapa yang menunjukkanmu kepadaku ?” . Aku menjawab, ”Allah swt !” Ia pun menyahut, ”Tidak ada Tuhan selain Allah. Maha Suci Tuhan Kami. Sesungguhnya janji Tuhan kami pasti terlaksana.”

Aku pun menjadi kagum dan heran saat ia menyebut namaku dan mengenaliku, padahal - Demi Allah – aku belum pernah melihatnya dan ia pun belum pernah melihatku sama sekali. Aku bertanya, ”Dari mana engkau mengenalku, tahu namaku dan nama ayahku ?. Padahal – Demi Allah – aku belum pernah melihatmu sebelum hari ini ?.” Ia menjawab, ”Tuhan Maha Tahu dan Maha Bijaksana menceritakan kepadaku. Jiwaku mengenal jiwamu, saat diriku berbicara kepadamu. Sesungguhnya arwah mempunyai jiwa sebagaimana jiwa orang-orang hidup. Sesungguhnya orang Mukmin akan mengenal satu sama lain dan saling mengasihi dengan ruh Allah swt, meskipun mereka belum pernah saling bertemu, mengenal atau berbicara dan sekalipun mereka mempunyai rumah dan tempat tinggal yang terpisah.” Aku meminta kepadanya, ”Tolong ceritakan kepadaku sebuah hadis dari Rasulullah saw yang akan ku pelihara darimu !.” Ia menjawab, ”Sesungguhnya aku bertemu Rasulullah saw sementara aku tidak pernah bersama dengan beliau, akan tetapi aku bersahabat dengan beberapa orang yang melihatnya, dan sampai pula kepadaku seperti sebahagian hal yang sampai kepada kalian semua. Aku tidak ingin membuka pintu (rahsia) ini !”.

Uwais segera memberi alasan. Aku berkata, ”Bacakan untukku ayat-ayat dari Kitabullah dan berikan sebuah pesan yang akan ku ingat selalu !.” Ia pun berdiri dan memegang tanganku lalu berkata, ”(Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang direjam. Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang).” Tiba-tiba ia berteriak histeria lalu menangis. Ia melanjutkan. ”Tuhanku berfirman, dan sebenar-benar ucapan adalah firman Tuhanku, sebenar-benar ucapan adalah ucapan Tuhanku, dan sebaik-baik Kalam adalah Kalam-Nya: ”Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan bermain-main.” (Ad Dukhaan: 38). Ia membacanya sampai pada ayat yang berbunyi, ”Sesungguhnya Dia Maha Tahu lagi Maha Pengasih.” Ia berteriak sekali lagi lalu diam. Aku pun melihatnya, sementara aku mengira ia telah pengsan. Kemudian ia berkata, ”Wahai Harun bin Hayyan ! Ayahmu meninggal dan ia menyampaikan khabar gembira kepadamu bila engkau meninggal, mungkin ke syurga dan mungkin pula ke neraka. Wafatlah kedua nenek moyangmu Adam as dan Hawa as, wafatlah Nuh as, wafatlah Ibrahim kekasih Allah. Wahai Ibnu Hayyan, wafatlah Musa Kalam Allah. Wahai Ibnu Hayyan, wafatlah Daud as. Wahai Ibnu Hayyan, wafatlah Muhammad Rasulullah saw. Wahai Ibnu Hayyan, wafatlah Abu Bakar ra, khalifah kaum Muslimin. Dan wafatlah saudara, teman dan tamuku Umar Ibnu Khaththab ra.” Kemudian ia berseru, ”Wahai Umar ku. Semoga Allah mengasihi Umar !.” Sementara saat itu Umar ra masih hidup.

Haram berkata, ”Lalu ku katakan bahawa Umar ra belum wafat. Ia menjawab. ”Umar ra telah dipanggil mengadap kepada Tuhanmu !. Bila Engkau dapat memahami, telah tahu apa yang ku katakan. Sementara diriku dan dirimu berada di desa ini.” Uwais ra lalu membaca shalawat kepada Rasulullah saw dan beberapa doa secara perlahan, kemudian berkata, Inilah pesanku: Wahai Ibnul Hayyan, berpeganglah kepada Kitabullah dan ulama-ulama saleh. Aku meratapimu, dengan diriku dan dirimu. Maka tetaplah ingat kepada Allah swt dan kematian. Janganlah hatimu melupakannya walaupun sekejap mata pun. Berikanlah nasihat kepada pemeluk agamamu, semuanya. Waspadalah, jangan sampai engkau tinggalkan agama, sementara dirimu tidak menyadarinya dan kemudian masuk neraka !”

Kemudian ia melanjutkan, ”Wahai Tuhanku, orang ini beranggapan bahawa ia mencintaiku demi Engkau dan mengunjungiku demi Diri-Mu. Ya Allah, kenalkanlah wajahnya kepadaku di syurga. Jagalah ia di dunia, sebagaimana mestinya. Redhalah ia dengan harta secara mudah !. Apa pun yang Engkau berikan kepadanya dari dunia, mudahkanlah baginya dan jadikanlah ia dari kenikmatan yang Engkau berikan kepadanya sebagai orang-orang yang bersyukur. Balaslah ia atas amalnya keranaku dengan sebaik-baik balasan. Wahai Haram bin Hayyan, aku titipkan engkau kepada Allah swt. Salam dan rahmat-Nya bagimu. Aku tidak akan melihatmu setelah hari ini, kerana aku tidak suka kemasyhuran dan lebih suka menyendiri. Janganlah engkau mencariku !. Ketahuilah, engkau selalu di hatiku, meski aku tidak melihatmu atau engkau tidak melihatku. Ingatlah aku dan doakanlah, kerana aku akan selalu mengingati dan mendoakanmu, bila Allah swt menghendakinya.”

Akhir kata sebuah kitab yang jenial.

Tiada ulasan: